Sunday 10 November 2013

10 Ikon Kota Jakarta


Jakarta, yang dahulu dikenal Sunda Kelapa (sebelum 1527), Jayakarta (1527-1619), Batavia (zaman Belanda 1619-1942), Jakarta (1942-1945) disebut Batavia, dan sekarang oleh orang asing disebut The Big Durian, adalah ibukota negara Republik Indonesia dan merupakan kota terbesar di Indonesia. Jakarta juga merupakan kota terpadat di Indonesia dan di Asia Tenggara. Jakarta memiliki luas sekitar 661,52 km² (lautan: 6.977,5 km²), dengan penduduk berjumlah 9.588.198 jiwa (2010). Wilayah metropolitan Jakarta (Jabotabek) yang berpenduduk sekitar 28 juta jiwa, merupakan metropolitan terbesar di Indonesia atau urutan keenam dunia.
Selain sebagai pusat pemerintahan, Jakarta juga merupakan pusat bisnis dan keuangan.  Saat ini, lebih dari 70% uang negara, beredar di Jakarta. Jakarta terdiri dari berbagai macam suku bangsa: Jawa (35,16%), Betawi (27,65%), Sunda (15,27%), Tionghoa (5,53%), Batak (3,61%), Minang (3,18%), Melayu (1,62%), Lain-lain (7,98%). Juga terdapat beraneka ragam agama: Islam (83%), Protestan (6,2%), Katolik (5,7%), Buddha (3,5%), Hindu (1,2%). Bahasa yang digunakan di Jakarta terdiri dari: Bahasa   Indonesia, Betawi, Jawa, Sunda, Minangkabau, Batak, Inggris.
Jakarta kini sudah berusia 485 tahun. Dalam jangka waktu tersebut, ada beberapa bangunan yang menjadi ikon di Jakarta kini. Kalau ke Jakarta tetapi belum melihat ikon ini, maka belum lengkap rasanya jalan-jalan di Jakarta. Ini adalah 10 bangunan yang menjadi ikon kota Jakarta kini. Hehehe, let’s check it out!!

1. Monumen Nasional (Monas)

Jakarta identik dengan Monumen Nasional (Tugu Monas). Bahkan dua puluh hingga tiga puluh tahun lalu, setiap pelajaran pengetahuan umum menyangkut Ibukota Negara, selalu disebut bahwa tempat wisata sekaligus ikon Jakarta adalah Tugu Monas. Monas terletak di jantung ibu kota Jakarta, kawasan ini disebut juga dengan Ring I Pemerintahan karena disisi-sisi Monas terletak pusat pemerintahan & yudisial.
Monumen Nasional yang terletak di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, dibangun pada dekade 1961an.   Tugu Peringatan Nasional dibangun di areal seluas 80 hektar. Tugu ini diarsiteki oleh Soedarsono dan Frederich Silaban, dengan konsultan Ir. Rooseno, mulai dibangun Agustus 1959, dan diresmikan 17 Agustus 1961 oleh Presiden RI Soekarno. Monas resmi dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975.   Pembagunan tugu Monas bertujuan mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan 1945, agar terbangkitnya inspirasi dan semangat patriotisme generasi saat ini dan mendatang.   Tugu Monas yang menjulang tinggi dan melambangkan lingga (alu atau anatan) yang penuh dimensi khas budaya bangsa Indonesia. Semua pelataran cawan melambangkan Yoni (lumbung). Alu dan lumbung merupakan alat rumah tangga yang terdapat hampir di setiap rumah penduduk pribumi Indonesia.   Lapangan Monas mengalami lima kali penggantian nama yaitu Lapangan Gambir, Lapangan Ikada, Lapangan Merdeka, Lapangan Monas, dan Taman Monas.

2. Patung Selamat Datang – Bundaran Hotel Indonesia

Kalo ada orang Jakarta yang tidak tahu apa dan dimana Patung Selamat Datang – Bundaran HI, wah keterlaluan banget. Saat ini, gak klop rasanya ngomong Jakarta kalo gak ngomongin nih patung. Patung atau Tugu Selamat Datang di depan Hotel Indonesia ini dibuat dalam rangka persiapan penyelenggaraan ASIAN GAMES ke IV di Jakarta pada tahun 1962. Tujuan pembangunan patung ini adalah untuk menyambut tamu-tamu yang tiba di Jakarta dalam rangka pesta olah raga tersebut. Patung tersebut menggambarkan dua orang pemuda-i yang membawa bunga sebagai penyambutan tamu.
Pembuatan patung ini memakan waktu sekitar satu tahun. Diresmikan oleh Bung Karno pada tahun 1962.
Pada tahun 22 Juni 2002, tepat pada saat perayaan hari jadi kota Jakarta yang ke 475 air mancur di Bundaran HI itu direnovasi dengan biaya senilai Rp 14 miliar yang didapat dari hasil kompensasi sepuluh titik reklame. Patung ini hingga sekarang masih tetap merupakan patung kebanggaan kota Jakarta yang tidak pernah lelah menyambut dan mengucapkan selamat datang bagi para tamu pengunjung Ibu Kota Jakarta. Di bawah patung ini biasanya tempat demonstrasi paling sering karena mudah mendapat perhatian publik.

 



 3. Patung Arjuna Wijaya – Bundaran Thamrin

Nah ini patung adalah salah satu favorit saya selain patung Selamat Datang di Bundaran HI. Patung Arjuna Wijaya atau Patung Asta Brata, yang sering di sebut dengan nama Patung Kuda Setan, atau Patung Delman. Patung yang tepat berada di bagian depan Monas ini sangat menarik karena sedikit berbeda dengan kebanyakan patung yang berada di Jakarta, karena patung-patung yang ada sekarang ini lebih mencerminkan sosok atau model patung individu yang bermakna tertentu. Namun patung Arjuna Wijaya ini lebih memanjang horizontal dengan tambahan semprotan air pada bagian depan sampai belakang patung terlihat seperti kereta kuda tersebut sedang melintasi sungai. Patung ini  termasuk patung yang berumur lebih muda ketimbang patung-patung lainnya di Jakarta, patung ini  dibangun Agustus 1987. Patung Arjuna Wijaya ini merupakan hasil karya dari Nyoman Nuarta, makna dari patung ini adalah, menggambarkan sang Arjuna dalam perang Baratayudha yang kereta perangnya dikusiri oleh Batara Kresna. Kereta itu ditarik delapan kuda, yang melambangkan delapan ajaran kehidupan yang di idolai oleh presiden kedua kita yakni Presiden Soeharto. Asta Brata itu meliputi falsafah bahwa hidup harus mencontoh bumi, matahari, api, bintang, samudra, angin, hujan dan bulan. Di bagian depan patung itu ada sebuah prastati yang bertuliskan “Kuhantarkan kau melanjutkan perjuangan dengan pembangunan yang tidak mengenal akhir.”

 4. Patung Dirgantara (Pancoran) – Bundaran Gatot Subroto


Dibandingkan dua patung sebelumnya, patung yang satu ini memang kurang menarik. Tapi sewaktu saya belum pernah ke Jakarta, saya sering melihat patung ini di TV dan selalu menjadi ikon Jakarta. Patung Dirgantara di bundaran Jalan Jenderal Gatot Subroto (Seberang Wisma Aldiron Dirgantara, dahulu Markas Besar Angkatan Udara Republik Indonesia) dibuat berdasarkan rancangan Edhi Sunarso, dikerjakan oleh pematung keluarga Arca Yogyakarta pimpinan Edhi Sunarso. Ide pertama adalah dari Presiden Soekarno yang menghendaki agar dibuat sebuah patung mengenai dunia penerbangan Indonesia atau kedirgantaraan. Patung ini menggambarkan manusia angkasa, yang berarti menggambarkan semangat keberanian bangsa Indonesia untuk menjelajah angkasa.
Fakta unik tentang patung ini, biaya pemasangan patung ini pembiayaannya berasal dari kantung pribadi Bung Karno, yaitu dengan menjual sebuah mobil pribadinya. Wow, keren ya.. Pemasangan patung Dirgantara akhirnya dapat selesai pada akhir tahun 1966. Patung Dirgantara ditempatkan di lokasi ini karena strategis, merupakan pintu gerbang kawasan Jakarta Selatan dari Lapangan Terbang Halim Perdanakusumah selain itu dekat dengan (dahulu) Markas Besar Angkatan Udara Republik Indonesia.

 5. Patung Pahlawan (Tugu Tani)

Kebanyakan orang mengira dan menamakan patung ini Patung Petani atau Tugu Tani, karena patung ini menggambarkan seorang pria dan wanita, sang pria terlihat seperti seorang petani dengan topi caping yang menyandang senapan sedangkan wanitanya, seorang ibu yang sedang memberikan sesuap nasi kepada sang pria.
Patung Pahlawan yang berada di taman segitiga Menteng ini dibuat pematung kenamaan Rusia bernama Matvel Manizer dan Otto Manizer. Patung ini dihadiahkan oleh pemerintah Uni Soviet pada saat itu kepada pemerintah Republik Indonesia sebagai manifestasi dari persahabatan kedua bangsa.
Patung ini dibuat dari bahan perunggu, dibuat di Uni Soviet dan kemudian didatangkan ke Jakarta dengan kapal laut. Diresmikan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1963 dengan menempelkan plakat pada voetstuk berbunyi “Bangsa yang menghargai pahlawannya adalah bangsa yang besar”.
Pada kunjungan resmi Presiden Soekarno ke Uni Soviet pada akhir tahun lima puluhan, beliau sangat terkesan dengan adanya patung-patung yang ada di beberapa tempat di Moskow. Kemudian Bung Karno diperkenalkan dengan pematungnya Matvel Manizer dan anak laki-lakinya Otto Manizer. Bung Karno kemudian mengundang kedua pematung tersebut berkunjung ke Indonesia guna pembuatan sebuah patung mengenai perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan, yang pada saat itu dimaksudkan untuk perjuangan membebaskan Irian Barat dari penjajahan Belanda.
Kedua pematung tersebut kemudian datang ke Indonesia untuk mendapatkan inspirasi untuk patung yang akan mereka buat. Mereka bertemu dengan penduduk setempat. Di suatu desa di daerah Jawa Barat mereka mendengar sebuah cerita atau kisah legenda mengenai seorang ibu yang mengantarkan anak lelakinya berangkat menuju ke medan perang. Untuk mendorong semangat dan keberanian sang anak agar bertekad memenangkan perjuangan, dan juga agar selalu ingat akan orang tua dan tanah airnya, maka sang bunda memberikan bekal nasi kepada anak laki-lakinya. Begitulah kisah yang mereka dengar dari rakyat di kawasan Jawa Barat. Berdasarkan pada cerita tersebut kemudian dibuatlah patung Pahlawan.
Alasan penempatan Patung Pahlawan di kawasan ini adalah karena tempatnya yang luas, memenuhi syarat untuk sebuah patung yang besar. Lokasi tempat tersebut sangat strategis karena merupakan titik pertemuan arus lalu lintas sehingga dapat terlihat dari berbagai penjuru. Tak jauh dari tempat ini terdapat Markas Korps Komando Angkatan Laut Republik Indonesia yang pada masa itu sedang berjuang membebaskan Irian Barat.

6. Patung Pemuda Membangun – Bundaran Senayan
Patung ini dibuat sebagai penghargaan untuk para pemuda dan pemudi dalam keikut sertaannya pada pembangunan Indonesia, dilambangkan dengan seorang pemuda kuat yang memegang piring berisi api yang tak pernah padam sebagai perwujudan semangat pembangunan yang tak pernah mati. Patung ini terbuat dari beton bertulang yang dilapisi oleh teraso, mulai dibangun pada bulan Juli 1971 oleh tim gabungan Insinyur, Seniman dan Arsitek (Biro IBA) dengan Imam Supardi sebagai pimpinan tim dan Munir Pamuncak sebagai penanggungjawab pelaksana, direncanakan untuk diremikan pada Hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1971, tetapi karena pembangunan belum selesai maka diresmikan pada bulan Maret 1972. Patung ini terletak pada Bundaran Senayan, tempat strategis sebagai titik temu antara Senayan sebagai pintu gerbang Jakarta Pusat dengan area Jakarta Selatan.

7. Masjid Istiqlal
Masjid Istiqlal adalah masjid yang terletak di pusat ibukota negara Republik Indonesia, Jakarta. Masjid ini adalah masjid terbesar di Asia Tenggara. Masjid ini diprakarsai oleh Presiden Republik Indonesia saat itu, Ir. Sukarno di mana pemancangan batu pertama, sebagai tanda dimulainya pembangunan Masjid Istiqlal dilakukan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1951. Arsitek Masjid Istiqlal adalah Frederich Silaban.
Lokasi masjid ini berada di timur laut lapangan Monumen Nasional (Monas). Bangunan utama masjid ini terdiri dari lima lantai. Masjid ini mempunyai kubah yang diameternya 45 meter. Masjid ini mampu menampung orang hingga lebih dari dua ratus ribu jamaah.   Selain digunakan sebagai aktivitas ibadah umat Islam, masjid ini juga digunakan sebagai kantor Majelis Ulama Indonesia, aktivitas sosial, dan kegiatan umum. Masjid ini juga menjadi salah satu daya tarik wisata yang terkenal di Jakarta. Kebanyakan wisatawan yang berkunjung umumnya wisatawan domestik, dan sebagian wisatawan asing yang beragama Islam, tapi saya (Kristen) juga sudah mengunjungi masjid ini sampai ke dalam.

 8. Gedung DPR/DPD/MPR
Nah gedung yang satu ini memang selalu menjadi topik hangat sepanjang masa dan layak dijadikan salah satu ikon. Dengan bentuk kura-kura dan warna hijau yang unik, juga banyak peristiwa sejarah yang terjadi di sini, membuat orang akan terasosiasi dengan kota Jakarta bila melihat gedung ini. Didirikan pada 8 Maret 1965. Saat itu, Presiden Soekarno mencetuskan untuk menyelenggarakan CONEFO (Conference of the New Emerging Forces) yang merupakan wadah dari semua New Emerging Forces. Anggota-anggotanya direncanakan terdiri dari negara-negara Asia, Afrika, Amerika Latin, negara-negara Sosialis, negara-negara Komunis, dan semua Progresive Forces dalam kapitalis.   Conefo dimaksudkan sebagai suatu tandingan terhadap Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Melalui Keppres No. 48/1965, Soekarno menugaskan kepada Soeprajogi sebagai Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga (PUT). Menteri PUT kemudian menerbitkan Peraturan Menteri PUT No. 6/PRT/1965 tentang Komando Pembangunan Proyek Conefo.
Bertepatan dengan Perayaan Dasa Warsa Konferensi Asia-Afrika pada 19 April 1965 dipancangkanlah tiang pertama pembangunan proyek political venues di Senayan Jakarta. Rancangan Soejoedi Wirjoatmodjo Dpl Ing ditetapkan dan disahkan presiden pada 22 Februari 1965. Komplek Parlemen terdiri dari Gedung Nusantara yang berbentuk kubah, Nusantara I atau Lokawirasabha setinggi 100 meter dengan 24 lantai, Nusantara II, Nusantara III, Nusantara IV, dan Nusantara V. Di tengah halaman terdapat air mancur dan “Elemen Elektrik”. Juga berdiri Gedung Sekretariat Jenderal dan sebuah Masjid. Atas amandemen Undang-undang Dasar 1945 (UUD’45), dalam Komplek DPR/MPR telah berdiri bangunan baru untuk kantor Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

9. Gelora Bung Karno
Kota dan stadion adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Acara-acara berskala raksasa baik olah raga, konser musik, maupun pertemuan biasanya diselenggarakan di sebuah stadion. Nah, gak lengkap juga kalo belum memuat Gelora Bung Karno sebagai salah satu Ikon Jakarta. Gelanggang Olahraga (Gelora) Bung Karno adalah sebuah kompleks olahraga serbaguna di Senayan, Jakarta, Indonesia. Kompleks olahraga ini dinamai untuk menghormati Soekarno, Presiden pertama Indonesia, yang juga merupakan tokoh yang mencetuskan gagasan pembangunan kompleks olahraga ini. Dalam rangka de-Soekarnoisasi, pada masa Orde Baru, nama kompleks olahraga ini diubah menjadi Gelora Senayan. Setelah bergulirnya gelombang reformasi pada 1998, nama kompleks olahraga ini dikembalikan kepada namanya semula melalui Surat Keputusan Presiden No. 7/2001.   Gedung olahraga ini dibangun mulai sejak pada tanggal 8 Februari 1960 sebagai kelengkapan sarana dan prasarana dalam rangka Asian Games 1962 mulai buka diresmikan sejak pada tanggal 24 Agustus 1962 yang diadakan di Jakarta.   Pembangunannya didanai dengan kredit lunak dari Uni Soviet sebesar 12,5 juta dollar AS yang kepastiannya diperoleh pada 23 Desember 1958.

10.Wisma BNI 46
Wisma 46 adalah bangunan tertinggi di Indonesia , tingginya mencapai 262 m (hingga pucuk antena ) yang terletak di komplek Kota BNI di Jakarta Pusat, Indonesia. Menara perkantoran bertingkat 46 ini selesai tahun 1996 yang dirancang oleh Zeidler Roberts Partnership (Zeidler Partnership Architects) dan DP Architects Private Ltd. Menara ini terletak di sebuah tanah seluas 15 hektar di pusat kota. Menara ini memiliki luas 140,028 m². Wisma 46 adalah bangunan tertinggi ke-147 di dunia bila dihitung hingga puncak. Juga bangunan tertinggi kedua di belahan Bumi Selatan.
Desain bangunan ini digambarkan sebagai modern. Menara ini mempunyai 48 tingkat di atas tanah yang hanya berisi perkantoran. Terdapat dua tingkat bawah tanah yang digunakan sebagai tempat parkir. Lantai 1 dan 2 diisi oleh bank, kafe, dan resto, seperti Starbucks Coffee dan Dunkin’ Donuts. Selain yang telah disebutkan diatas sebelumnya, gedung ini juga menjadi ikon kota Jakarta kini karena bentuknya yang unik seperti pena. Menara ini membentuk landscape kota Jakarta menjadi berbeda.

No comments:

Post a Comment