Mungkin sekilas terdengar aneh dan seakan tak mungkin
ada kota di atas belantara, namun itulah kenyataannya. Banyak kota-kota yang
dahulu adalah sebuah hutan belantara yang lebat dan belum pernah terjamah.
Namun saat ini telah berubah menjadi perkampungan-perkampungan dan kota yang
penuh dengan keramaian. Tak butuh waktu lama untuk menjadikan hutan yang begitu
lebat menjadi sebuah pemukiman yang banyak diminati oleh para pendatang. Dan
seakan menjadi magnet bagi para pencari kerja.
Itulah kenyataan dibalik program transmigrasi pada
awal tahun 1980-an. Para transmigran inilah yang banyak mengubah hutan-hutan
belantara menjadi pusat-pusat keramaian saat ini. Namun jauh sebelum itu banyak
cerita yang sangat mengharukan menyertai kedatangan para transmigran. Misalnya
saja saat para transmigran datang ke daerah Riau, tepatnya di sekitar Kota
Pasir Pengaraian.
Sebatang pohon sakai yang ditumbuhi lumut itu masih
berdiri tegak di tengah jalan di kota Pasir Pangaraian, ibu kota Kabupaten
Rokan Hulu, Provinsi Riau. Warga setempat tak mengizinkan pohon tersebut
ditebang. Mereka sepertinya ingin mempertahankan satu-satunya penanda sejarah
bahwa ibu kota Kabupaten Rokan Hulu dulunya adalah hutan belantara.
Sebelum kedatangan para transmigran dari tanah Jawa,
saat itu Pasir Pangaraian dan sekitarnya adalah hutan belantara. Hanya ada
beberapa warga asli yang tinggal di pinggiran sungai. Memang saat itu penduduk
asli menjadikan sungai sebagai sarana transportasi dan karena belum adanya
akses jalan darat.
Setiap kali melihat pohon tua berdiameter lebih dari
50 cm yang menjadi saksi sejarah itu, seorang transmigran selalu teringat
betapa sulitnya dulu menembus pepohonan untuk sampai ke lokasi transmigrasi.
Jarak dari Pekanbaru menuju Pasir Pangaraian yang kini bisa ditempuh sekitar
lima jam, dulu harus ditempuh selama sehari semalam.
Masih lekat pula dalam ingatan mereka, hutan yang
rimbun di tengah perkampungan para transmigran tidak seramai kampungnya di Provinsi
Jawa Timur. Tidak ada tanda-tanda kehidupan manusia sebelum para transmigran
ini datang. Awal datang dulu, banyak diantara mereka yang tidak kerasan karena
yang ada di sekitar permukiman hanya hutan dan alang-alang. Rasanya ingin
kembali saja ke kampung halaman.
Namun karena desakan kebutuhan hidup keluarga sajalah
yang membuat ratusan, bahkan ribuan keluarga yang ikut program transmigrasi
sejak 1980 bertahan di daerah baru. Di sejumlah daerah para transmigran dari
Jawa bergabung dengan transmigran lokal yang berasal dari berbagai daerah di
Provinsi Riau untuk menghidupkan daerah barunya. Akses jalan yang semula sangat
minim kini telah berkembang kendati masih berupa pengerasan jalan tanah.
Demi mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, para
transmigran membuka hutan dan alang-alang untuk ditanami padi, kedelai, jagung,
dan tanaman sayur-mayur lainnya. Perkembangan zaman membuat sejumlah
transmigran mulai melirik tanaman perkebunan. Tanaman padi diganti karet dan
sawit. Hasilnya, perputaran ekonomi di wilayah transmigrasi langsung melejit.
Tingkat pertumbuhan ekonomi membuat warga transmigran
ini menjadi bersemangat hidup di daerah baru. Mereka tidak hanya menumpang
hidup di wilayah baru, tetapi juga ikut menghidupkan daerah yang semula mati.
Sejumlah transmigran bahkan mengajak sanak saudaranya di Jawa untuk ikut
merantau. Nafkah yang semakin sulit di Jawa membuat sejumlah kerabat dan teman
para transmigran ikut merantau ke tanah baru.
Pada tahun 1999 bibit pemekaran kabupaten mulai
bermunculan. Wilayah di sekitar daerah transmigran dimekarkan menjadi kabupaten
baru, yakni Kabupaten Rokan Hulu. Pasir Pangaraian yang semula ibu kota
kecamatan Rambah dipilih sebagai ibu kota kabupaten. Kecamatan Rambah juga
dimekarkan menjadi beberapa kecamatan lain, seperti Kecamatan Rambah Samo dan
Kecamatan Rambah Hilir.
Di Rokan Hulu, para transmigran memang memicu pertumbuhan
ekonomi lokal, bahkan telah mendorong terbentuknya kabupaten baru. Data dari
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, lokasi-lokasi transmigrasi yang
tumbuh dan berkembang menjadi kota kecamatan dan kota kabupaten sudah sangat
banyak. Tercatat ada 66 kota kabupaten yang tumbuh dan berkembang karena
dorongan atau stimulasi dari permukiman transmigrasi.
Cerita tentang transmigran tidak selalu harus berupa
kesedihan dan kegagalan. Banyak dari mereka yang kini tampil menjadi
orang-orang penting di daerah baru. Bahkan, sejumlah kota yang kini ada di
Sumatera adalah bekas lokasi transmigrasi. Ibu kota Kabupaten Rokan Hulu di
Riau misalnya, hanyalah salah satu contohnya. Dan masih banyak lagi daerah di
luar pulau jawa yang dahulu adalah bekas hutan belantara, kini telah menjelma
menjadi kota-kota penting di daerahnya.
No comments:
Post a Comment