Thursday, 23 January 2014

Bendungan Katulampa




Bendungan Katulampa adalah bagian dari sistem tata kelola perairan (water management) pemerintah Belanda untuk pengendalian banjir agar Batavia sebagai ibukota negara terbebas dari kemungkinan banjir. Katulampa tidak memiliki kemampuan menahan dan membuka-tutup pintu air yang rentan disalahpahami dan menimbulkan kepanikan. Saat banjir Jakarta 2013, beberapa kabar burung beredar mengenai pembukaan pintu air Katulampa karena kelebihan kapasitas yang langsung dibantah dengan keras oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Katoelampa dirancang untuk mengatur debit air ke kawasan bawah, serangkai dengan Kanal Banjir Barat, Kanal Banjir Timur, dan kanal-kanal kecil lainnya.
Betapa penting Bendungan Katulampa ini bisa dilihat dari siapa yang meresmikan. Tak tanggung-tanggung, Gubernur Jenderal Alexander Willem Frederik Idenburg pada 11 Oktober 1912, didampingi para pejabat penting masa itu. Mereka antara lain Kepala Insinyur Negara Roos, Ir. Van Dissel, Ir. Van Breen, pengawas Leuwiliang dan Bogor, anggota dewan Ebbink, adminsitrator D. Veenstra (Ciluar), Mulder (Kedung Halang), Valette (Pondok Gede), Sol (Ciomas), Resident (Bupati) Batavia, Assistent Resident (Camat) Bogor, dan para patih Bogor, Batavia dan Mr. Cornelis.
Peresmian bendungan tersebut dimeriahkan dengan gamelan dan tari-tarian, serta upacara selamatan dengan kepala kerbau. Bendungan yang juga hasil karya Ir. Van Breen ini memiliki panjang total 74 m, dengan 5 inlaatsluis (pintu untuk mengalirkan arus ke kawasan di bawah), 3 spuisluis (pintu untuk menahan air, jika volume air berlebihan dan mengancam kawasan bawah), dengan lebar masing-masing pintu 4 m.
Proyek pembangunan bendungan ini dimulai pada 16 April 1911 dan selesai pada awal Oktober 1912, sebelum akhirnya diresmikan penggunaannya pada 11 Oktober 1912. Total biaya yang dikeluarkan 80.000 gulden. Disebutkan, selain untuk pengendalian banjir bendungan ini juga memiliki fungsi sampingan sebagai sistem irigasi. Berkat bendungan ini sebanyak 10.000 bouw sawah (orang Jawa menyebutnya bau, 1 bouw ekuivalen dengan 0,7 hektar) dapat diairi melalui Oosterslokkan (Kali Baru).
Kanal Oosterslokkan ini sebelumnya telah dibangun pada abad ke-18 atas prakarsa Gubernur Jenderal Baron van Imhoff. Saluran air ini mengalir dari sini melintasi Weltevreden (Menteng). Sebelumnya kanal ini dimaksudkan untuk lalulintas pelayaran ke pedalaman (ke arah Bogor). Bukan hanya Gubernur Jenderal Baron van Imhoff, tetapi juga Gubernur Jenderal Daendels telah mempunyai rencana untuk menggali kanal untuk pelayaran ke pedalaman. Namun untuk itu diperlukan banyak sekali schutsluizen (konstruksi kanal yang memungkinkan kapal bisa naik ke kawasan lebih tinggi, dengan cara membendung air sampai kapal terangkat setingkat demi setingkat, dan sebaliknya).
Schutsluizen ini banyak dijumpai di Negeri Belanda, Norwegia, dan negara Eropa lainnya. Rencana ini akhirnya dinilai kurang praktis. Sistem irigasi Oosterslokkan ini juga disebut sebagai sistem irigasi tertua yang dibangun oleh Belanda di bumi Jawa, sekaligus sebagai sistem irigasi sangat signifikan. Soalnya, di bawah kekuasaan raja-raja pribumi belum ada sistem irigasi sedemikian rupa. Di bawah rezim pribumi, hanya ada saluran kecil dari sumber air untuk mengairi sejumlah terbatas sawah-sawah di lembah dan sepanjang kaki pegunungan.
Dalam literatur dan inskripsi Jawa juga tidak pernah disebutkan mengenai karya irigasi pada skala sangat bermakna. Semua saluran air yang signifikan berasal dari era Belanda memantapkan kekuasaannya, terutama dari zaman cultuurstelsel atau sistem tanam paksa.
Saluran irigasi dari bendungan ini mempunyai kapasitas maksimum sekitar 6.000 liter perdetik. Fungsi lain dari bendungan Katulampa adalah sebagai sistem informasi dini terhadap bahaya banjir Sungai Ciliwung yang akan memasuki Jakarta. Data mengenai ketinggian air di bendung Katulampa ini memperkirakan bahwa sekitar 3 – 4 jam kemudian air akan sampai di daerah Depok. Selanjutnya di Bendung Depok ketinggian air dipantau dan dilaporkan ke Jakarta sehingga masyarakat yang tinggal di kawasan sekitar aliran sungai Ciliwung sudah dapat mengantisipasi sedini mungkin datangnya air banjir yang akan melewati daerah mereka. (Dari berbagai sumber)

No comments:

Post a Comment