Jakarta, yang dahulu dikenal Sunda
Kelapa (sebelum 1527), Jayakarta (1527-1619), Batavia (zaman Belanda
1619-1942), Jakarta (1942-1945) disebut Batavia, dan sekarang oleh orang asing
disebut The Big Durian, adalah ibukota negara Republik Indonesia
dan merupakan kota terbesar di Indonesia. Jakarta juga merupakan kota terpadat
di Indonesia dan di Asia Tenggara. Jakarta memiliki luas sekitar 661,52 km²
(lautan: 6.977,5 km²), dengan penduduk berjumlah 9.588.198 jiwa (2010). Wilayah
metropolitan Jakarta (Jabotabek) yang berpenduduk sekitar 28 juta jiwa,
merupakan metropolitan terbesar di Indonesia atau urutan keenam dunia.
Selain sebagai pusat pemerintahan,
Jakarta juga merupakan pusat bisnis dan keuangan. Saat ini, lebih dari
70% uang negara, beredar di Jakarta. Jakarta terdiri dari berbagai macam suku
bangsa: Jawa (35,16%), Betawi (27,65%), Sunda (15,27%), Tionghoa (5,53%), Batak
(3,61%), Minang (3,18%), Melayu (1,62%), Lain-lain (7,98%). Juga terdapat
beraneka ragam agama: Islam (83%), Protestan (6,2%), Katolik (5,7%), Buddha
(3,5%), Hindu (1,2%). Bahasa yang digunakan di Jakarta terdiri dari: Bahasa
Indonesia, Betawi, Jawa, Sunda, Minangkabau, Batak, Inggris.
Jakarta kini sudah berusia 485
tahun. Dalam jangka waktu tersebut, ada beberapa bangunan yang menjadi ikon di
Jakarta kini. Kalau ke Jakarta tetapi belum melihat ikon ini, maka belum
lengkap rasanya jalan-jalan di Jakarta. Ini adalah 10 bangunan yang
menjadi ikon kota Jakarta kini. Hehehe, let’s check it out!!
1. Monumen Nasional (Monas)
Jakarta identik dengan Monumen
Nasional (Tugu Monas). Bahkan dua puluh hingga tiga puluh tahun lalu, setiap
pelajaran pengetahuan umum menyangkut Ibukota Negara, selalu disebut bahwa
tempat wisata sekaligus ikon Jakarta adalah Tugu Monas. Monas terletak di
jantung ibu kota Jakarta, kawasan ini disebut juga dengan Ring
I Pemerintahan karena disisi-sisi Monas terletak pusat pemerintahan &
yudisial.
Monumen Nasional yang terletak di
Lapangan Monas, Jakarta Pusat, dibangun pada dekade 1961an. Tugu
Peringatan Nasional dibangun di areal seluas 80 hektar. Tugu ini diarsiteki
oleh Soedarsono dan Frederich Silaban, dengan konsultan Ir. Rooseno, mulai
dibangun Agustus 1959, dan diresmikan 17 Agustus 1961 oleh Presiden RI
Soekarno. Monas resmi dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975.
Pembagunan tugu Monas bertujuan mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa
Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan 1945, agar terbangkitnya inspirasi dan
semangat patriotisme generasi saat ini dan mendatang. Tugu Monas yang
menjulang tinggi dan melambangkan lingga (alu atau anatan) yang penuh dimensi
khas budaya bangsa Indonesia. Semua pelataran cawan melambangkan Yoni
(lumbung). Alu dan lumbung merupakan alat rumah tangga yang terdapat hampir di
setiap rumah penduduk pribumi Indonesia. Lapangan Monas mengalami lima
kali penggantian nama yaitu Lapangan Gambir, Lapangan Ikada, Lapangan Merdeka,
Lapangan Monas, dan Taman Monas.
2. Patung Selamat Datang – Bundaran
Hotel Indonesia
Kalo ada orang Jakarta yang tidak
tahu apa dan dimana Patung Selamat Datang – Bundaran HI, wah keterlaluan
banget. Saat ini, gak klop rasanya ngomong Jakarta kalo gak ngomongin nih
patung. Patung atau Tugu Selamat Datang di depan Hotel Indonesia ini dibuat
dalam rangka persiapan penyelenggaraan ASIAN GAMES ke IV di Jakarta pada tahun
1962. Tujuan pembangunan patung ini adalah untuk menyambut tamu-tamu yang tiba
di Jakarta dalam rangka pesta olah raga tersebut. Patung tersebut menggambarkan
dua orang pemuda-i yang membawa bunga sebagai penyambutan tamu.
Pembuatan patung ini memakan waktu
sekitar satu tahun. Diresmikan oleh Bung Karno pada tahun 1962.
Pada tahun 22
Juni 2002, tepat pada saat perayaan hari jadi kota Jakarta yang ke 475 air
mancur di Bundaran HI itu direnovasi dengan biaya senilai Rp 14 miliar yang
didapat dari hasil kompensasi sepuluh titik reklame. Patung ini hingga sekarang
masih tetap merupakan patung kebanggaan kota Jakarta yang tidak pernah lelah
menyambut dan mengucapkan selamat datang bagi para tamu pengunjung Ibu Kota
Jakarta. Di bawah patung ini biasanya tempat demonstrasi paling sering karena
mudah mendapat perhatian publik.
3. Patung Arjuna Wijaya – Bundaran Thamrin
Nah ini patung adalah salah satu
favorit saya selain patung Selamat Datang di Bundaran HI. Patung Arjuna Wijaya
atau Patung Asta Brata, yang sering di sebut dengan nama Patung Kuda Setan,
atau Patung Delman. Patung yang tepat berada di bagian depan Monas ini sangat
menarik karena sedikit berbeda dengan kebanyakan patung yang berada di Jakarta,
karena patung-patung yang ada sekarang ini lebih mencerminkan sosok atau model
patung individu yang bermakna tertentu. Namun patung Arjuna Wijaya ini lebih
memanjang horizontal dengan tambahan semprotan air pada bagian depan sampai
belakang patung terlihat seperti kereta kuda tersebut sedang melintasi sungai.
Patung ini termasuk patung yang berumur lebih muda ketimbang patung-patung
lainnya di Jakarta, patung ini dibangun Agustus 1987. Patung Arjuna
Wijaya ini merupakan hasil karya dari Nyoman Nuarta, makna dari patung ini
adalah, menggambarkan sang Arjuna dalam perang Baratayudha yang kereta
perangnya dikusiri oleh Batara Kresna. Kereta itu ditarik delapan kuda, yang
melambangkan delapan ajaran kehidupan yang di idolai oleh presiden kedua kita
yakni Presiden Soeharto. Asta Brata itu meliputi falsafah bahwa hidup harus
mencontoh bumi, matahari, api, bintang, samudra, angin, hujan dan bulan. Di
bagian depan patung itu ada sebuah prastati yang bertuliskan “Kuhantarkan kau
melanjutkan perjuangan dengan pembangunan yang tidak mengenal akhir.”
4. Patung Dirgantara (Pancoran) – Bundaran Gatot Subroto
Dibandingkan dua patung sebelumnya,
patung yang satu ini memang kurang menarik. Tapi sewaktu saya belum pernah ke
Jakarta, saya sering melihat patung ini di TV dan selalu menjadi ikon Jakarta.
Patung Dirgantara di bundaran Jalan Jenderal Gatot Subroto (Seberang Wisma
Aldiron Dirgantara, dahulu Markas Besar Angkatan Udara Republik Indonesia)
dibuat berdasarkan rancangan Edhi Sunarso, dikerjakan oleh pematung keluarga
Arca Yogyakarta pimpinan Edhi Sunarso. Ide pertama adalah dari Presiden
Soekarno yang menghendaki agar dibuat sebuah patung mengenai dunia penerbangan
Indonesia atau kedirgantaraan. Patung ini menggambarkan manusia angkasa, yang
berarti menggambarkan semangat keberanian bangsa Indonesia untuk menjelajah
angkasa.
Fakta unik tentang patung ini, biaya
pemasangan patung ini pembiayaannya berasal dari kantung pribadi Bung Karno,
yaitu dengan menjual sebuah mobil pribadinya. Wow, keren ya.. Pemasangan
patung Dirgantara akhirnya dapat selesai pada akhir tahun 1966. Patung
Dirgantara ditempatkan di lokasi ini karena strategis, merupakan pintu gerbang
kawasan Jakarta Selatan dari Lapangan Terbang Halim Perdanakusumah selain itu
dekat dengan (dahulu) Markas Besar Angkatan Udara Republik Indonesia.
5. Patung Pahlawan (Tugu Tani)
Kebanyakan orang mengira dan
menamakan patung ini Patung Petani atau Tugu Tani, karena patung ini
menggambarkan seorang pria dan wanita, sang pria terlihat seperti seorang
petani dengan topi caping yang menyandang senapan sedangkan wanitanya, seorang
ibu yang sedang memberikan sesuap nasi kepada sang pria.
Patung Pahlawan yang berada di taman
segitiga Menteng ini dibuat pematung kenamaan Rusia bernama Matvel Manizer dan
Otto Manizer. Patung ini dihadiahkan oleh pemerintah Uni Soviet pada saat itu
kepada pemerintah Republik Indonesia sebagai manifestasi dari persahabatan
kedua bangsa.
Patung ini dibuat dari bahan
perunggu, dibuat di Uni Soviet dan kemudian didatangkan ke Jakarta dengan kapal
laut. Diresmikan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1963 dengan menempelkan
plakat pada voetstuk berbunyi “Bangsa yang menghargai pahlawannya adalah bangsa
yang besar”.
Pada kunjungan resmi Presiden
Soekarno ke Uni Soviet pada akhir tahun lima puluhan, beliau sangat terkesan
dengan adanya patung-patung yang ada di beberapa tempat di Moskow. Kemudian
Bung Karno diperkenalkan dengan pematungnya Matvel Manizer dan anak
laki-lakinya Otto Manizer. Bung Karno kemudian mengundang kedua pematung
tersebut berkunjung ke Indonesia guna pembuatan sebuah patung mengenai
perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan, yang pada saat itu
dimaksudkan untuk perjuangan membebaskan Irian Barat dari penjajahan Belanda.
Kedua pematung tersebut kemudian
datang ke Indonesia untuk mendapatkan inspirasi untuk patung yang akan mereka
buat. Mereka bertemu dengan penduduk setempat. Di suatu desa di daerah Jawa
Barat mereka mendengar sebuah cerita atau kisah legenda mengenai seorang ibu
yang mengantarkan anak lelakinya berangkat menuju ke medan perang. Untuk
mendorong semangat dan keberanian sang anak agar bertekad memenangkan
perjuangan, dan juga agar selalu ingat akan orang tua dan tanah airnya, maka
sang bunda memberikan bekal nasi kepada anak laki-lakinya. Begitulah kisah yang
mereka dengar dari rakyat di kawasan Jawa Barat. Berdasarkan pada cerita
tersebut kemudian dibuatlah patung Pahlawan.
Alasan penempatan Patung Pahlawan di
kawasan ini adalah karena tempatnya yang luas, memenuhi syarat untuk sebuah
patung yang besar. Lokasi tempat tersebut sangat strategis karena merupakan
titik pertemuan arus lalu lintas sehingga dapat terlihat dari berbagai penjuru.
Tak jauh dari tempat ini terdapat Markas Korps Komando Angkatan Laut Republik
Indonesia yang pada masa itu sedang berjuang membebaskan Irian Barat.
6. Patung Pemuda Membangun – Bundaran Senayan
Patung ini dibuat sebagai
penghargaan untuk para pemuda dan pemudi dalam keikut sertaannya pada
pembangunan Indonesia, dilambangkan dengan seorang pemuda kuat yang memegang
piring berisi api yang tak pernah padam sebagai perwujudan semangat pembangunan
yang tak pernah mati. Patung ini terbuat dari beton bertulang yang dilapisi
oleh teraso, mulai dibangun pada bulan Juli 1971 oleh tim gabungan Insinyur,
Seniman dan Arsitek (Biro IBA) dengan Imam Supardi sebagai pimpinan tim dan
Munir Pamuncak sebagai penanggungjawab pelaksana, direncanakan untuk diremikan
pada Hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1971, tetapi karena pembangunan
belum selesai maka diresmikan pada bulan Maret 1972. Patung ini terletak pada
Bundaran Senayan, tempat strategis sebagai titik temu antara Senayan sebagai
pintu gerbang Jakarta Pusat dengan area Jakarta Selatan.
7. Masjid Istiqlal
Masjid Istiqlal adalah masjid yang
terletak di pusat ibukota negara Republik Indonesia, Jakarta. Masjid ini adalah
masjid terbesar di Asia Tenggara. Masjid ini diprakarsai oleh Presiden Republik
Indonesia saat itu, Ir. Sukarno di mana pemancangan batu pertama, sebagai tanda
dimulainya pembangunan Masjid Istiqlal dilakukan oleh Ir. Soekarno pada tanggal
24 Agustus 1951. Arsitek Masjid Istiqlal adalah Frederich Silaban.
Lokasi masjid ini berada di timur
laut lapangan Monumen Nasional (Monas). Bangunan utama masjid ini terdiri dari
lima lantai. Masjid ini mempunyai kubah yang diameternya 45 meter. Masjid ini
mampu menampung orang hingga lebih dari dua ratus ribu jamaah. Selain
digunakan sebagai aktivitas ibadah umat Islam, masjid ini juga digunakan
sebagai kantor Majelis Ulama Indonesia, aktivitas sosial, dan kegiatan umum.
Masjid ini juga menjadi salah satu daya tarik wisata yang terkenal di Jakarta.
Kebanyakan wisatawan yang berkunjung umumnya wisatawan domestik, dan sebagian
wisatawan asing yang beragama Islam, tapi saya (Kristen) juga sudah mengunjungi
masjid ini sampai ke dalam.
8. Gedung DPR/DPD/MPR
Nah gedung yang satu ini memang
selalu menjadi topik hangat sepanjang masa dan layak dijadikan salah satu
ikon. Dengan bentuk kura-kura dan warna hijau yang unik, juga
banyak peristiwa sejarah yang terjadi di sini, membuat orang akan terasosiasi
dengan kota Jakarta bila melihat gedung ini. Didirikan pada 8 Maret 1965. Saat
itu, Presiden Soekarno mencetuskan untuk menyelenggarakan CONEFO (Conference of
the New Emerging Forces) yang merupakan wadah dari semua New Emerging Forces.
Anggota-anggotanya direncanakan terdiri dari negara-negara Asia, Afrika,
Amerika Latin, negara-negara Sosialis, negara-negara Komunis, dan semua
Progresive Forces dalam kapitalis. Conefo dimaksudkan sebagai suatu
tandingan terhadap Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Melalui Keppres No.
48/1965, Soekarno menugaskan kepada Soeprajogi sebagai Menteri Pekerjaan Umum
dan Tenaga (PUT). Menteri PUT kemudian menerbitkan Peraturan Menteri PUT No.
6/PRT/1965 tentang Komando Pembangunan Proyek Conefo.
Bertepatan dengan Perayaan Dasa
Warsa Konferensi Asia-Afrika pada 19 April 1965 dipancangkanlah tiang pertama
pembangunan proyek political venues di Senayan Jakarta. Rancangan Soejoedi
Wirjoatmodjo Dpl Ing ditetapkan dan disahkan presiden pada 22 Februari 1965.
Komplek Parlemen terdiri dari Gedung Nusantara yang berbentuk kubah, Nusantara
I atau Lokawirasabha setinggi 100 meter dengan 24 lantai, Nusantara II,
Nusantara III, Nusantara IV, dan Nusantara V. Di tengah halaman terdapat air
mancur dan “Elemen Elektrik”. Juga berdiri Gedung Sekretariat Jenderal dan
sebuah Masjid. Atas amandemen Undang-undang Dasar 1945 (UUD’45), dalam Komplek
DPR/MPR telah berdiri bangunan baru untuk kantor Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
9. Gelora Bung Karno
Kota dan stadion adalah dua hal yang
tidak dapat dipisahkan. Acara-acara berskala raksasa baik olah raga, konser
musik, maupun pertemuan biasanya diselenggarakan di sebuah stadion. Nah, gak
lengkap juga kalo belum memuat Gelora Bung Karno sebagai salah satu Ikon
Jakarta. Gelanggang Olahraga (Gelora) Bung Karno adalah sebuah kompleks
olahraga serbaguna di Senayan, Jakarta, Indonesia. Kompleks olahraga ini
dinamai untuk menghormati Soekarno, Presiden pertama Indonesia, yang juga
merupakan tokoh yang mencetuskan gagasan pembangunan kompleks olahraga ini.
Dalam rangka de-Soekarnoisasi, pada masa Orde Baru, nama kompleks olahraga ini diubah
menjadi Gelora Senayan. Setelah bergulirnya gelombang reformasi pada 1998, nama
kompleks olahraga ini dikembalikan kepada namanya semula melalui Surat
Keputusan Presiden No. 7/2001. Gedung olahraga ini dibangun mulai sejak
pada tanggal 8 Februari 1960 sebagai kelengkapan sarana dan prasarana dalam
rangka Asian Games 1962 mulai buka diresmikan sejak pada tanggal 24 Agustus
1962 yang diadakan di Jakarta. Pembangunannya didanai dengan kredit
lunak dari Uni Soviet sebesar 12,5 juta dollar AS yang kepastiannya diperoleh
pada 23 Desember 1958.
10.Wisma BNI 46
Wisma 46 adalah bangunan
tertinggi di Indonesia , tingginya mencapai 262 m (hingga pucuk antena )
yang terletak di komplek Kota BNI di Jakarta Pusat, Indonesia. Menara perkantoran
bertingkat 46 ini selesai tahun 1996 yang dirancang oleh Zeidler Roberts
Partnership (Zeidler Partnership Architects) dan DP Architects Private Ltd.
Menara ini terletak di sebuah tanah seluas 15 hektar di pusat kota. Menara ini
memiliki luas 140,028 m². Wisma 46 adalah bangunan tertinggi ke-147 di dunia
bila dihitung hingga puncak. Juga bangunan tertinggi kedua di belahan Bumi
Selatan.
Desain bangunan ini digambarkan
sebagai modern. Menara ini mempunyai 48 tingkat di atas tanah yang hanya berisi
perkantoran. Terdapat dua tingkat bawah tanah yang digunakan sebagai tempat
parkir. Lantai 1 dan 2 diisi oleh bank, kafe, dan resto, seperti Starbucks
Coffee dan Dunkin’ Donuts. Selain yang telah disebutkan diatas sebelumnya,
gedung ini juga menjadi ikon kota Jakarta kini karena bentuknya yang unik
seperti pena. Menara ini membentuk landscape kota Jakarta menjadi berbeda.